Kematian adalah sebuah kepastian yang akan dijalani oleh setiap makhluk yang bernyawa. Setelah ajal menjemput, manusia akan menjalani kehidupan di alam barzah hingga hari kiamat nanti. Menurut Al-Qur’an dan hadist, di dalam kubur mayat akan ditanyai oleh dua malaikat Allah SWT yakni Munkar dan Nankir.
Berdasarkan hadist riwayat Bukhari dan Muslim, pertanyaan yang diajukan
adalah siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Siapakah yang diutus diantara kamu?
Pertanyaan ini memang mudah, namun hanya bisa dijawab oleh orang yang
memang menjalankan perintah agama semasa hidup.
Jika mayat tidak bisa dijawab, maka dua malaikat yang begitu menyeramkan
dengan tubuhnya hitam legam, mata biru terbelalak, dan suara malaikat
ini bagaikan petir ini akan marah. Pertanyaan kubur atau fitnah kubur
ini digambarkan begitu menyeramkan dengan siksaan yang begitu
menyakitkan. Namun ternyata, ada golongan manusia yang bisa terbebas
dari pertanyaan kubur ini. Siapa saja mereka? berikut ringkasannya.
1. Golongan Manusia yang Mati Syahid
Golongan pertama yang terbebas dari pertanyaan kubur adalah manusia yang
mati dengan jalan syahid. Dari sebuah riwayat dari Rasyid bin Sa’ad
disebutkan bahwa ada seseorang yang bertanya pada Nabi Muhammad SAW.
“Wahai Rasulullah SAW, mengapa orang-orang beriman akan diuji dalam
kubur, kecuali para syuhada?” Beliau menjawab, “Kilatan pedang yang
berkelabat di atas kepala mereka sudah cukup menjadi ujian bagi mereka.”
[Dishahihkan oleh syaikh al-Albâni rahimahullah. Lihat Shahîhul Jâmi’
4/164]
2. Golongan yang berjaga di tapal batas wilayah muslim untuk mencegah serangan musuh karena Allah
Golongan selanjutnya yang terbebas dari fitnah kubur adalah mereka yang
menjaga perbatasan kaum muslim dari para musuh laknatullah. Mereka yang
Fadhdhalah ibn Ubaid meriwayatkan dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, bahwa Rasulullah bersabda “Ribath sehari semalam lebih baik
dari puasa dan shalat malam sebualan. Kalau seseorang mati dalam kondisi
seperti ini, amalnya akan mengalir dan dicurahkan rizki atasnya serta
dijamin bebas dari ujian (kubur).” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)
3. Orang yang Meninggal Karena Sakit Perut
Ternyata orang yang meninggal dunia karena sakit perut juga akan
terhindar dari fitnah kubur atau pertanyaan malaikat Munkar dan Nankir.
Abu Daud mengeluarkan Hadis secara Marfuu' : "Siapa mati karena penyakit
dalam perutnya tidaklah dia disiksa dalam kuburnya " - Juga Riwayat Ibu
Maajah Al Baihaqi dan At - Turmudzi dimana dia menganggap itu Hasan .
Selain itu, Abu Ishaq As-Syu’aiby berkata, Sulaiman bin Shord berkata
kepada Khalid bin Urfathah atau sebaliknya, Khalid berkata kepada
Sulaiman,
“Apakah kamu mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa meninggal
karena sakit perut, tidak akan diazab dalam kuburnya’.” Salah seorang
dari mereka menjawab, ‘Ya’.”
4. Orang yang sering membaca surat Al-Mulk
Ternyata membaca dan mengamalkan Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh akan
membuat orang terhindar dari siksa kubur. Hal ini biasanya dilakukan
Rasulullah setidaknya malam Jumat. Rasullulah saw menyebutkan Surah ini
dengan" Al-Maani'ah " (Pencegah , penahan dari siksaan). Beliau bersabda
yang artinya: "Dialah surah Pencegah yang mencegah pembacanya dari
siksa Kubur " Riwayat An - Nasaa'i . Hadis Riwayat At - Turmudzi
meneruskan Ibnu ' Abbaas (Hasan).
"Barang Siapa yang pada setiap malam membaca Tabaarak .. , maka dia
akan dicegahkan oleh Allah ' Azza Wa Jalla dari siksa Kubur " HR. An -
Nasaa'i melalui Ibnu Mas'uud .
Abu Hurairah dan Jaabir b. Abdullah pernah menerangkan bahwa Rasullullah
saw tidaklah beliau tidur malam sehingga ia membaca Surah alif laam
miin Al Kitaab ( QS. As Sajdah ) danTabaarak
5. Meninggal pada hari Jum’at
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada seorang Muslim yang meninggal pada
hari Jum’at atau malam jumat kecuali Allah pasti akan menjaganya dari
fitnah kubur.”
Dalam hadits Abdullah ibn Amru, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Setiap Muslim yang meninggal pada hari Jum’at akan dijaga
oleh Allah dari fitnah kubur.” [HR. Ahmad dan Tirmidzi; Dinyatakan kuat
oleh syaikh al-Albâni rahimahullah dalam Ahkâmul Janâiz, hlm. 35]