Saat ini tak jarang orang yang berqurban mengatasnamakan orangtua
yang sudah meninggal, sebenarnya bagaimana hukumnya? Apakah qurban tersebut sah dan pahalanya sampai pada yang dimaksud?
Perlu diketahui bahwa hukum asal ibadah menyembelih hewan kurban ditujukan untuk orang hidup. Orang yang sudah meninggal tidak terkena lagi perintah berkurban.
Akan tetapi jika ada orang hidup yang ingin berbaik hati berkurban atas nama orang yang sudah meninggal –menurut mayoritas ulama- dibolehkan. Sah kurban tersebut, dan si mayit akan mendapatkan pahala dari kurban tersebut.
Abu Hurairoh meriwayatkan dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda,”Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal: dari sedekah jariyah atau ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
Imam Nawawi menyebutkan didalam Syarhnya,”Doa yang dipanjatkan, pahalanya akan sampai kepada orang yang sudah meninggal demikian halnya dengan sedekah, dan kedua hal tersebut adalah ijma para ulama.” (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XI hal 122)
Kurban seseorang yang ditujukan untuk orang yang sudah meninggal
yang sudah meninggal, sebenarnya bagaimana hukumnya? Apakah qurban tersebut sah dan pahalanya sampai pada yang dimaksud?
Perlu diketahui bahwa hukum asal ibadah menyembelih hewan kurban ditujukan untuk orang hidup. Orang yang sudah meninggal tidak terkena lagi perintah berkurban.
Akan tetapi jika ada orang hidup yang ingin berbaik hati berkurban atas nama orang yang sudah meninggal –menurut mayoritas ulama- dibolehkan. Sah kurban tersebut, dan si mayit akan mendapatkan pahala dari kurban tersebut.
Abu Hurairoh meriwayatkan dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda,”Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal: dari sedekah jariyah atau ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
Imam Nawawi menyebutkan didalam Syarhnya,”Doa yang dipanjatkan, pahalanya akan sampai kepada orang yang sudah meninggal demikian halnya dengan sedekah, dan kedua hal tersebut adalah ijma para ulama.” (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XI hal 122)
Kurban seseorang yang ditujukan untuk orang yang sudah meninggal
ini bisa disamakan dengan sedekah. Apalagi jika kurban diatasnamakan untuk orangtua sendiri.
Namun jika kurban tersebut dimaksudkan untuk memenuhi nazar orangtua yang sudah meninggal namun belum sempat terlaksana, maka hukumnya menjadi wajib untuk dilaksanakan oleh walinya.
Hal yang perlu diingat adalah bahwa daging sembelihan yang disebabkan melaksanakan nazar tidak boleh dimakan oleh orang yang berkurban sama sekali, sebagaimana pendapat para ulama madzhab Hanafi dan Syafi’i (Fatawa al Azhar juz IX hal 313, Maktabah Syamilah)
Baca juga: Kebaikan Hakiki dengan Berkorban (Bagian Satu)
Yang perlu diperhatikan adalah tidak ditemukan satu riwayat pun bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah berkurban atas nama istri tercinta beliau, Khadijah. Tidak pula atas nama anak-anak beliau yang wafat. Tidak pula ada keterangan bahwa beliau pernah berkurban atas orang yang memiliki kedudukan istimewa bagi beliau dari kalangan kerabatnya.
Oleh karenanya, berkurban atas nama orang yang sudah meninggal jangan sampai dijadikan tradisi, agar tidak muncul anggapan bahwa kurban adalah untuk orang yang sudah meninggal dunia. Lebih baik berkurbanlah atas nama diri sendiri dan keluarga.
”Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ada seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya.” (HR. Tirmidzi no. 1505, Ibnu Majah no. 3138. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Al Irwa’ no. 1142).
Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “(Dari berbagai perselisihan ulama yang ada), yang benar, qurban kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga walaupun dalam keluarga tersebut ada 100 jiwa atau lebih.” (Nailul Author, 8/125, Mawqi’ Al Islam). Wallaahualam. Semoga bermanfaat dan menjawab pertanyaan
Namun jika kurban tersebut dimaksudkan untuk memenuhi nazar orangtua yang sudah meninggal namun belum sempat terlaksana, maka hukumnya menjadi wajib untuk dilaksanakan oleh walinya.
Hal yang perlu diingat adalah bahwa daging sembelihan yang disebabkan melaksanakan nazar tidak boleh dimakan oleh orang yang berkurban sama sekali, sebagaimana pendapat para ulama madzhab Hanafi dan Syafi’i (Fatawa al Azhar juz IX hal 313, Maktabah Syamilah)
Baca juga: Kebaikan Hakiki dengan Berkorban (Bagian Satu)
Yang perlu diperhatikan adalah tidak ditemukan satu riwayat pun bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah berkurban atas nama istri tercinta beliau, Khadijah. Tidak pula atas nama anak-anak beliau yang wafat. Tidak pula ada keterangan bahwa beliau pernah berkurban atas orang yang memiliki kedudukan istimewa bagi beliau dari kalangan kerabatnya.
Oleh karenanya, berkurban atas nama orang yang sudah meninggal jangan sampai dijadikan tradisi, agar tidak muncul anggapan bahwa kurban adalah untuk orang yang sudah meninggal dunia. Lebih baik berkurbanlah atas nama diri sendiri dan keluarga.
”Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ada seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya.” (HR. Tirmidzi no. 1505, Ibnu Majah no. 3138. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Al Irwa’ no. 1142).
Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “(Dari berbagai perselisihan ulama yang ada), yang benar, qurban kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga walaupun dalam keluarga tersebut ada 100 jiwa atau lebih.” (Nailul Author, 8/125, Mawqi’ Al Islam). Wallaahualam. Semoga bermanfaat dan menjawab pertanyaan
CAR,FOREX,DOMAIN,SEO,HEALTH,HOE DESIGN