![]() |
utobiografi menarik mengenai Muhammad Moussaoui yang menceritakan
pertobatannya dari Islam ke Katolik, menunjukkan keajaiban-keajaiban
rahmat dan tanggapan manusia atas rahmat tersebut. Dia menulis kisahnya
dalam buku berjudul Le Prix à Payer yang diterbitkan di Paris tahun
2010. Setelah pertobatannya, ia mengambil nama Joseph Fadelle.
Muhammad Moussaoui merupakan salah satu anggota dari keluarga Muslim
ternama di Irak, klan Moussaoui. Sebagai kepala klan, ayah Muhammad
Moussaoui menjadi semacam hakim dan pengambil keputusan bila terjadi
perselisihan di antara para anggota klan. Ayahnya juga memiliki kekayaan
dan prestise yang besar.
Pada tahun 1987, Muhammad Moussaoui direkrut ke dalam tentara Irak di
bawah pemerintahan Saddam Hussein tepat di saat perang dengan tetangga,
Iran. Pada waktu itu, usianya 23 tahun dan masih belum berkeluarga
Ia kemudian dikirim ke sebuah garnisun di perbatasan dengan Iran. Ia
ditempatkan di sebuah ruangan dengan seorang Kristen. Ia merasa marah
ketika ia tahu bahwa ia ditempatkan satu ruangan dengan seorang Kristen.
Baginya, ini adalah penghinaan bagi seorang yang lahir di keluarga
Islam yang juga merupakan keturunan dari pendiri Islam, Muhammad.
Bagaimanapun juga, si orang Kristen bernama Massoud lebih tua dari dia
dan menyambut dia dengan ramah sehingga sedikit demi sedikit
prasangkanya memudar. Muhammad Moussaoui merencanakan sesuatu untuk
mempertobatkan Massoud ke Islam. Suatu hari, ketika Massoud sedang tidak
ada, Muhammad Moussaoui melihat sebuah buku berjudul The Miracles of
Jesus di antara tumpukan buku miliki Massoud. Muhammad Moussaoui merasa
penasaran dan mulai membacanya. Ia tidak memiliki bayangan mengenai buku
itu karena di Quran, Yesus disebut Isa. Tetapi, Muhammad Moussaoui
merasa senang membaca mujizat-mujizat Yesus seperti mujizat pengubahan
air menjadi anggur pada pesta pernikahan di Kana. Muhammad Moussaoui
menjadi tertarik akan figur Yesus Kristus.
Masih dalam niat untuk mempertobatkan Massoud ke Islam, Muhammad
Moussaoui bertanya kepada Massoud apakah umat Kristen memiliki sebuah
kitab suci. Setelah Massoud memberitahu bahwa umat Kristen memiliki
Kitab Suci, Muhammad Moussaoui meminta Massoud untuk menunjukkannya
sementara Muhammad Moussaoui berpikir bahwa Kitab Suci umat Kristen
tersebut dapat dengan mudah disanggah.
Alangkah terkejutnya Muhammad Moussaoui ketika Massoud menolak
menunjukkan Kitab Suci umat Kristen dan bahkan bertanya sebuah
pertanyaan mengejutkan yaitu apakah Muhammad Moussaoui telah membaca
Quran. Pertanyaan ini ofensif terhadap seseorang yang sejak lahir berada
di Islam; tetapi Muhammad Moussaoui dengan segera menjawab bahwa ia
sudah membacanya. Lalu Massoud memberikan pertanyaan baru dan agak
menjengkelkan: “Apakah engkau memahami makna dari setiap kata dan setiap
ayat?”.
Melihat raut muka Muhammad Moussaoui yang terlihat kesal, Massoud
mengusulkan supaya Muhammad Moussaoui membaca Quran lagi tapi kali ini
mencoba untuk memahami setiap kalimat dan kemudian Massoud akan
meminjamkan ia Kitab Suci umat Kristen.
Muhammad Moussaoui (Muhammad Moussaoui) menerima saran yang kemudian
mengubah hidupnya secara utuh. Saat ia mencoba untuk mengetahui lebih
dalam makna dari apa yang tertulis di Quran, Muhammad Moussaoui
menyadari bahwa banyak ayat di dalamnya absurd dan tidak berarti.
Konsultasi dengan seorang imam pun gagal untuk memecahkan keraguannya
dan ia menjadi semakin kecewa dengan Quran.
Ia mulai melihat untuk pertama kalinya apa yang Quran sungguh-sungguh
katakan. Setelah selesai membacanya sembari merenungkannya, ia sampai
pada kesimpulan bahwa Quran tidak mungkin memiliki asal-usul ilahi.
Lalu terjadilah sebuah episode mistis yang mempersiapkan pertobatannya.
Ia bermimpi berada di padang rumput di tepi sungai dan melihat seorang
pria yang mengesankan dan menarik di sisi lain sungai. Ia mencoba untuk
melompati sisi sungai tetapi ia tetap berada di udara sampai sosok
misterius itu meraih tangannya dan berkata kepadanya: “Untuk
menyeberangi sungai, engkau perlu makan Roti Hidup.” Lalu Muhammad
Moussaoui terbangun.
![]() |
Tidak lama berpikir mengenai mimpi tersebut, Muhammad Moussaoui meminta
Massoud untuk meminjamkannya Kitab Suci. Muhammad Moussaoui kemudian
membuka Injil St. Yohanes dan benar-benar membaca dan meresapinya. Pada
suatu titik, Muhammad Moussaoui merasa digerakkan untuk menemukan
kata-kata dalam mimpinya: “Roti Hidup”. Kata-kata Yesus di Injil begitu
jelas: “Akulah Roti Hidup; barangsiapa datang kepada, ia tidak akan
lapar.” (Yoh 6:35).
Muhammad Moussaoui menceritakan: “Lalu sesuatu luar biasa terjadi padaku
seperti sebuah ledakan keras yang menghancurkan apapun di sekitarnya,
diikuti dengan sebuah perasaan yang senang dan hangat layaknya seperti
sebuah cahaya cerah menyinari hidupku dalam sebuah cara yang sepenuhnya
baru dan memberikan semuanya makna. Saya seperti merasa mabuk bahkan
saya merasakan di dalam hati saya sebuah perasaan tak terlukiskan
mengenai kekuatan dan cinta yang bersemangat kepada Yesus Kristus yang
Injil-injil bicarakan.”
Pertobatan Muhammad Moussaoui penuh, total dan seterusnya. Ia meminta
Massoud untuk membantunya menjadi seorang Kristen tetapi ia menemukan
hambatan. Berdasarkan Hukum Syariah, seorang Muslim yang meninggalkan
Islam dan menjadi Kristen harus dijatuhi hukuman mati bersama dengan
orang-orang yang membawanya meninggalkan Islam. Tetapi, Massoud tetap
mengajarinya berdoa dan mereka berdua menghabiskan waktu luang dengan
membaca Injil dan berdoa. Massoud lalu dibebaskan dari wajib militer
pada saat Muhammad Moussaoui sedang cuti dan akhirnya Muhammad Moussaoui
tidak menemukan Massoud lagi ketika ia kembali. Tak lama setelah itu,
Muhammad Moussaoui pun dibebaskan dari wajib militer dan kembali ke
rumah orang tuanya.
Bagi Muhammad Moussaoui, pulang ke rumah menjadi awal dari cobaan besar
yang akan berlangsung selama bertahun-tahun yang membutuhkan kesetiaan
yang total. Muhammad Moussaoui pernah datang untuk menjadi Kristen ke
Katolik di Irak tetapi ditolak demi kebaikan umat Katolik di sana.
Seperti yang Massoud anjurkan, Muhammad Moussaoui berusaha
menyembunyikan pertobatannya dari keluarganya sementara ia menghindari
sholat dengan berbagai dalih. Pada waktu yang sama, ia mencoba untuk
mendekati umat Kristen, tetapi mereka takut untuk menerimanya di gereja
mereka karena mereka tidak mengenalnya dan takut pada penganiayaan yang
akan terjadi di tempat tinggal mereka.
Penghiburan Muhammad Moussaoui adalah membaca diam-diam Kitab Suci yang
ia terima dari Massoud, bermeditasi terutama mengenai Injil-injil.
Akhirnya ia sukses, bersama seorang teman Kristen, menghadiri sebuah
gereja; tetapi pembaptisan yang ia tunggu-tunggu belum juga terjadi.
Waktu berlalu dan pada tahun 1992, ayah Muhammad Moussaoui mengatakan
kepadanya bahwa ia telah memilihkan seorang wanita baginya dan ia harus
menikahinya. Gadis itu berasal dari lingkungan sosial yang sama, seorang
Muslim sejak lahir bernama ʼAnwār. (Bentuk laki-laki: ʼAnwar - Bentuk
perempuan: ʼAnwār)
Setelah pernikahan dan kelahiran seorang anak, Muhammad Moussaoui yang
tetap datang ke gereja secara diam-diam menemui seorang misionaris asing
di Irak yang setuju untuk mempersiapkan pembaptisan untuk Muhammad
Moussaoui. Tetapi sesuatu hal yang tidak diharapkan terjadi. Suatu hari,
ketika ia kembali dari Misa Kudus, istrinya yang tidak mengerti ke mana
Muhammad Moussaoui pergi setiap hari Minggu menanyakan apakah Muhammad
Moussaoui pergi untuk menemui wanita lain. Sontak Muhammad Moussaoui
merasa kaget dan tanpa berpikir mengenai apa yang harus dikatakan,
Muhammad Moussaoui menjawab bahwa ia adalah seorang Kristen dan pergi ke
Misa setiap hari Minggu.
Istrinya benar-benar terkejut oleh fakta bahwa ia menikahi seorang
Kristen. Ia terpukul lalu mengunci diri di kamarnya. Kemudian, saat
Muhammad Moussaoui tidak ada, istrinya membawa anak mereka dan pergi ke
rumah ibu sang istri.
Muhammad Moussaoui menyadari bahwa ia berada dalam bahaya. Istrinya akan
memberitahu keluarganya bahwa Muhammad Moussaoui adalah seorang Kristen
dan akan dijatuhi hukuman mati. Tetapi, ajaibnya, istrinya tidak
mengatakan apa-apa ke keluarganya dan setuju untuk pulang kembali ke
rumahnya sendiri. Malah istrinya meminta Muhammad Moussaoui untuk
menjelaskan apa itu Kristianitas. Muhammad Moussaoui menggunakan metode
yang sama dengan yang Massoud gunakan. Muhammad Moussaoui meminta
istrinya untuk membaca kembali Quran sambil mencoba memahami lebih dalam
makna dari kata-kata Quran dan doktrin yang ditunjukkan ayat-ayatnya.
Sebagaimana yang terjadi pada Muhammad Moussaoui, istrinya terkejut
terutama terhadap cara Quran memandang wanita Muslim. Setelah membaca
Injil, ʼAnwār diam-diam mulai datang ke gereja bersama dengan Muhammad
Moussaoui dan mengambil pelajaran agama dengan misionaris.
Pada tahun 1997, sebuah peristiwa penting terjadi dalam kehidupan
Muhammad Moussaoui. Keluarganya menyadari bahwa ia telah menjauh dari
Islam dan curiga bahwa ada sesuatu terjadi. Ketika pasangan suami istri
ini pergi ke gereja, saudara laki-lakinya menggeledah rumahnya dan
menemukan salinan Kitab Suci. Dan ketika keluarganya bertanya kepada
putra bungsu Muhammad Moussaoui, ia menandai dirinya dengan Tanda Salib
seperti yang telah ia pelajari dari orang tuanya.
Keesokan harinya, saat fajar, Muhammad Moussaoui dibawa ke rumah
orangtuanya dengan dalih ada sesuatu yang mendesak. Saat ia memasuki
ruang utama, ia dipukuli oleh saudara-saudaranya dan pamannya di depan
ayahnya. Ayahnya benar-benar marah dan menuduhnya telah menjadi seorang
Kristen. Ibunya sendiri berteriak, “Bunuh dia dan lemparkan tubuhnya di
gorong-gorong!”.
Meskipun ia tidak terbunuh dalam peristiwa itu, Muhammad Moussaoui
dibawa oleh sepupunya ke salah satu penjara politik Saddam Hussein untuk
disiksa demi mengungkapkan nama-nama orang Kristen yang membantu
pertobatannya. Selama tiga bulan Muhammad Moussaoui disiksa dengan
kejam, kehilangan hampir separuh berat badannya dan kemudian dilepaskan.
Keluarganya kemudian menempatkan salah seorang saudarinya di rumah
Muhammad Moussaoui untuk mengawasi ia.
Akhirnya, pada April 2000 setelah terjadi banyak perubahan, pasangan
tersebut bersama ketiga anaknya melarikan diri ke Yordania dibantu oleh
teman gerejanya. Tetapi Yordania tetaplah bukan tempat yang aman.
Muhammad Moussaoui masih tidak bisa mengimani Katolik dalam damai.
Pemerintah Yordania tahu akan kondisinya dan mencarinya untuk menangkap
dan mengembalikannya. Berkat bantuan dari kelompok yang mungkin bisa
disebut Katolik “Bawah Tanah” Yordania, ia bersama anak dan istrinya
berpindah-pindah mencari tempat yang aman. Ketika keluarganya tahu bahwa
ia melarikan, mereka mulai mencari ia dan akhirnya menemukan ia. Pada
Desember tahun 2000, empat saudaranya dan seorang pamannya memancingnya
ke tempat sepi di mana setelah perdebatan singkat mereka menuntut
Muhammad Moussaoui untuk murtad dari Katolik dan mencoba untuk
menerapkan fatwa yang menyatakan bahwa hukum untuk orang yang
meninggalkan Islam adalah kematian.
Ajaibnya, meskipun ditembak dari jarak yang cukup dekat, peluru nyaris
mengenai dia dan dia mendengar suara batin memberitahu dia untuk lari.
Setelah agak jauh, sebuah peluru mengenai kakinya dan ia jatuh pingsan
dalam lumpur. Orang yang menembaknya mengira ia sudah mati dan kemudian
orang-orang tersebut melarikan diri. Muhammad Moussaoui dibawa oleh
orang asing ke rumah sakit dan kemudian dirawat oleh seorang dokter
Kristen di rumahnya tetapi otoritas Gereja setempat memintanya untuk
meninggalkan Yordania agar tidak membahayakan komunitas Kristen di sana.
Kelompok Katolik “Bawah Tanah” membantu pelarian diri Muhammad
Moussaoui beserta anak dan istrinya sebagai pengungsi ke Prancis.
Muhammad Moussaoui, istrinya dan ketiga anaknya segera dibaptis
diam-diam sebelum berangkat. Muhammad Moussaoui mengambil nama baptis
Joseph sementara istrinya mengambil nama baptis Maria.
Muhammad Moussaoui, sekarang dikenal sebagai Joseph Fadelle, telah
mencapai akhir dari pencarian selama 13 tahun untuk menerima
sakramen-sakramen inisiasi (Baptis, Krisma, dan Ekaristi). Hal ini juga
berarti bahwa akhir dari kehidupan yang kaya, mudah dan berotoritas di
Irak dan awal dari kehidupan yang relatif miskin di tengah-tengah budaya
Prancis. Hingga sekarang, Joseph masih sering mendapatkan ancaman
pembunuhan dari umat Muslim setempat sehingga ia harus terus berada
dalam perlindungan polisi Prancis. Meskipun demikian, Joseph dan
keluarganya tidak hidup dalam ketakutan karena mereka yakin Tuhan Yesus
melindungi mereka. Joseph menyenangi katekese dan menekankan perlunya
katekisasi di sekolah-sekolah Katolik.
CAR,FOREX,SEO,HEALTH,HOME DESIGN