Di bln. Ramadhan saat ini, kita sering mendengar terdapat banyak da’i yang menyampaikan bila tidur orang yang berpuasa yaitu melaksanakan ibadah. Bahkan dijelaskan ini yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sampai dengan penyampaian semacam ini, sebagian orang juga selanjutnya bermalas-malasan di bln. Ramadhan bahkan mereka lebih sukai tidur daripada kerjakan amalan karena terpacu dengan hadits itu. Dalam tulisan yang singkat, kami akan mendudukkan masalah ini karena ada yang salah kaprah dengan maksud yang di berikan dalam hadits tadi. Semoga Allah memudahkan dan menolong permasalahan masing-masing hamba-Nya dalam kebaikan.
Derajat Hadits Sebenarnya
Hadits yang diperuntukkan,
نَو�'مُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُم�'تُهُ تَس�'بِي�'حٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُس�'تَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ
“Tidurnya orang yang berpuasa yaitu melaksanakan ibadah. Diamnya yaitu tasbih. Do’anya yaitu do’a yang mustajab. Pahala amalannya pasti akan dilipatgandakan. ”
Perowi hadits ini yaitu ‘Abdullah bin Aufi. Hadits ini dibawakan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 3/1437. Dalam hadits ini ada Ma’ruf bin Hasan dan dia yaitu perowi yang dho’if (lemah). Juga dalam hadits ini ada Sulaiman bin ‘Amr yang lebih dho’if dari Ma’ruf bin Hasan.
Dalam kisah lain, perowinya yaitu ‘Abdullah bin ‘Amr. Haditsnya dibawakan oleh Al ‘Iroqi dalam Takhrijul Ihya’ (1/310) dengan sanad hadits yang dho’if (lemah).
Ikhtisar : Hadits ini yaitu hadits yang dho’if. Syaikh Al Albani dalam Silsilah Adh Dho’ifah no. 4696 mengemukakan bila hadits ini yaitu hadits yang Tidur yang Bernilai Melaksanakan ibadah yang
Sebenarnya Setelah kita lihat bila hadits yang mengemukakan “tidur orang yang berpuasa yaitu ibadah” termasuk
hadits yang dho’if (lemah), sebenarnya maknanya bisa kita bawa ke makna yang benar.
Seperti sebagian ulama umum menjelaskan satu kaedah bila masing-masing amalan yang statusnya mubah (seperti makan, tidur dan berkaitan suami istri) bisa peroleh pahala dan bernilai melaksanakan ibadah bila diniatkan untuk kerjakan melaksanakan ibadah. Seperti An Nawawi dalam Syarh Muslim (6/16) mengemukakan,
أَنَّ ال�'مُبَاح إِذَا قَصَدَ بِهِ وَج�'ه اللَّه تَعَالَى صَارَ طَاعَة ، وَيُثَاب عَلَي�'هِ
“Sesungguhnya perbuatan mubah, apabila diperuntukkan dengannya untuk inginkan muka Allah Ta’ala, jadi dia akan berpindah jadi satu ketaatan dan akan peroleh balasan (ganjaran). ”
Jadi tidur yang bernilai melaksanakan ibadah apabila tidurnya yaitu demikian.
Ibnu Rajab juga menerangkan hal yang sama, “Jika makan dan minum diniatkan untuk menguatkan badan agar kuat waktu melakukan shalat dan berpuasa, jadi sebagai berikut yang akan bernilai pahala. Seperti juga bila seseorang punya kemauan dengan tidurnya saat malam dan siang harinya agar kuat dalam beramal, jadi tidur seperti ini bernilai melaksanakan ibadah. ” (Latho-if Al Ma’arif, 279-280)
Dasarnya, semuanya yaitu tergantung kemauan. Apabila kemauan tidurnya hanya malas-malasan sampai tidurnya bisa selama seharian dari pagi hingga sore, jadi tidur seperti ini yakni tidur yang sia-sia. Namun apabila tidurnya yaitu tidur dengan kemauan agar kuat dalam kerjakan shalat malam dan kuat kerjakan amalan yang lain, tidur sebagai berikut yang bernilai melaksanakan ibadah.
Jadi ingatlah “innamal a’malu bin niyaat”, masing-masing amalan tergantung dari maksudnya.
Semoga Allah menganugerahi masing-masing langkah kita di bln. Ramadhan penuh keberkahan. Semuanya puji untuk Allah yang dengan semuanya nikmatnya, semuanya kebaikan jadi sempurna. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallam, wal hamdu lillahi robbil ‘alamin.
Seperti sebagian ulama umum menjelaskan satu kaedah bila masing-masing amalan yang statusnya mubah (seperti makan, tidur dan berkaitan suami istri) bisa peroleh pahala dan bernilai melaksanakan ibadah bila diniatkan untuk kerjakan melaksanakan ibadah. Seperti An Nawawi dalam Syarh Muslim (6/16) mengemukakan,
أَنَّ ال�'مُبَاح إِذَا قَصَدَ بِهِ وَج�'ه اللَّه تَعَالَى صَارَ طَاعَة ، وَيُثَاب عَلَي�'هِ
“Sesungguhnya perbuatan mubah, apabila diperuntukkan dengannya untuk inginkan muka Allah Ta’ala, jadi dia akan berpindah jadi satu ketaatan dan akan peroleh balasan (ganjaran). ”
Jadi tidur yang bernilai melaksanakan ibadah apabila tidurnya yaitu demikian.
Ibnu Rajab juga menerangkan hal yang sama, “Jika makan dan minum diniatkan untuk menguatkan badan agar kuat waktu melakukan shalat dan berpuasa, jadi sebagai berikut yang akan bernilai pahala. Seperti juga bila seseorang punya kemauan dengan tidurnya saat malam dan siang harinya agar kuat dalam beramal, jadi tidur seperti ini bernilai melaksanakan ibadah. ” (Latho-if Al Ma’arif, 279-280)
Dasarnya, semuanya yaitu tergantung kemauan. Apabila kemauan tidurnya hanya malas-malasan sampai tidurnya bisa selama seharian dari pagi hingga sore, jadi tidur seperti ini yakni tidur yang sia-sia. Namun apabila tidurnya yaitu tidur dengan kemauan agar kuat dalam kerjakan shalat malam dan kuat kerjakan amalan yang lain, tidur sebagai berikut yang bernilai melaksanakan ibadah.
Jadi ingatlah “innamal a’malu bin niyaat”, masing-masing amalan tergantung dari maksudnya.
Semoga Allah menganugerahi masing-masing langkah kita di bln. Ramadhan penuh keberkahan. Semuanya puji untuk Allah yang dengan semuanya nikmatnya, semuanya kebaikan jadi sempurna. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallam, wal hamdu lillahi robbil ‘alamin.
CAR,FOREX,DOMAIN,SEO,HELTH,HOME DESIGN