Kadang lembut, kadang kasar. Kadang baik, kadang marah-marah. Wew. Tentu kita tidak mau menjadi ibu rumah tangga yang labil seperti itu ya, Sahabat Ummi.
Nah, bagaimana agar kita sebagai ibu rumah tangga bisa tetap “waras”. Bila pun suntuk, sadarnya cepat tanpa perlu harus ada korban lebih dulu.
Tips berikut ini mungkin bisa dilakukan.
Sebelum Menikah
Perbaiki dulu niat menikah, jangan modus. Menikahlah karena Allah karena memang dengan menikah kita bisa menjadi lebih dekat dengan Allah. Jika seperti itu tujuannya, InsyaaAllah tidak akan ada lagi pikiran menjadi manusia paling menderita sedunia nantinya.
Melayani suami, mengajari anak, mengingatkan keluarga, bercengkerama, memasak, menyiapkan keperluan, mengatur keuangan, dan segala jenis printilan pekerjaan ibu rumah tangga semuanya akan dianggap sebagai ibadah, bukan beban.
Kalau kita sudah siap, ya silakan menikah. Tapi jika menikah hanya untuk tujuan agar cepat laku atau karena teman-teman sepermainan sudah menikah atau untuk modus lain, sebaiknya banyak belajar saja dulu daripada nanti ketika ada masalah bersikap tidak dewasa.
Setelah Menikah
Setelah menikah pun bukan berarti setiap wanita sudah berubah menjadi ahli rumah tangga. Tentu saja tidak. That’s why, ilmu perumahtanggaan harus selalu di-upgrade. Apalagi, tantangan demi tantangan akan selalu muncul. Tidak mungkin rumah tangga lurus-lurus saja seperti jalan tol. Misal, tantangan tidak langsung diberi amanah anak sementara teman-teman yang lain yang baru saja menikah sudah diamanahi anak, tantangan tidak langsung mapan, tantangan berbeda karakter dengan keluarga pasangan, atau yang lain. Jika semua itu tidak disikapi dengan baik, yang ada menikah hanya akan jadi sumber penderitaan.
Tidak jarang, seorang ibu sebenarnya marahnya ke siapa, tapi yang dijadikan sasaran empuk kemarahan dan luapan emosi adalah anaknya. Barulah setelah si anak terluka, si ibu menyesal. Apakah ini adil? Padahal penyesalan tidak akan pernah bisa mengembalikan waktu.
Lalu, apa yang bisa kita usahakan agar tidak menjadi ibu rumah tangga yang labil?
- Bergaul dengan teman-teman yang positif
“Ih, kamu ya mau-maunya jadi ibu rumah tangga. Kita dong punya penghasilan sendiri,” hanya karena statement yang tidak sampai semenit itu galaunya bisa sampai berminggu-minggu. Siapa yang rugi?
“Eh tahu nggak, suami tetanggaku istrinya belum hamil-hamil terus doi selingkuh gitu,”
“Hati-hati lhoh kalau suami sering dinas, kali aja di sana punya cem-ceman,”
“Suamiku sih enggak pernah ngelarang-ngelarang aku ya, bedalah,”
Sebaiknya, kita tidak terlalu akrab dengan orang-orang yang hobi menghasut seperti di atas kecuali mental kita sudah sangat kuat sekuat baja.
- Meng-upgrade ilmu
- Memiliki prinsip yang kuat
“Jadi kamu di rumah aja?”
“Iya, kerja di rumah, alhamdulillah sekarang udah ada internet. Ini yang diridhoi suamiku,”
“Lhoh, jadi belum hamil juga?”
“Iya, doain, ya,”
Nah, dijawab begitu juga sudah cukup kan. Buat apa kita repot-repot menjelaskan visi misi keluarga kita pada setiap orang. Buang-buang waktu.
- Komunikasikan segala sesuatu dengan suami, bukan curhat ke orang ketiga
- Berserah diri pada Allah
Kesal sama suami padahal suami enggak melakukan apa-apa atau kalaupun membuat salah ya bukan kesalahan fatal. Hati-hati bisikan syetan. Lihatlah teman-teman seusia kita yang masih belum bersuami.
Kesal sama anak yang rewel mulu? Lihatlah teman-teman kita yang sudah lama menikah tapi belum diberi amanah untuk memiliki anak.
Kesal dengan mertua? Itu sudah konsekuensi karena kita menikah dengan anaknya. Kalau enggak mau kesal ya jangan menikah dengan anaknya. Sabarin aja, enggak terlalu diambil pusing.
Sahabat Ummi, salah satu kebahagiaan yang tidak bisa dinilai dengan uang di dunia ini adalah ketika memiliki keluarga yang bahagia. Dan kebahagiaan itu tidak semata-mata diukur hanya dari yang kasat mata toh ada banyak yang secara kasat mata begitu wah tapi ternyata masih juga mengeluh dan tidak bersyukur. Semua yang kasat mata hanya sarana saja karena kebahagiaan sejati itu adanya di dalam hati. Pun sebagai ibu rumah tangga. Berbahagialah. Sadari betapa pentingnya peran kita. Hargai diri sendiri.
Penulis:
Miyosi Ariefiansyah alias @miyosimiyo penghuni www(dot)rumahmiyosi(dot)com adalah istri, ibu, penulis, dan pembelajar.