Imam Al-Hafidz Jalaluddin As-Suyuthi Asy-Syafi’i rahimahullah (salah
satu pengarang kitab tafsir Jalalain) didalam Al-Hawi Lil-Fatawi
bercerita kalau aktivitas ‘tahlilan’ berupa memberikan makan ketika 7
hri sehabis kematian yaitu amalan yg tidak pernah ditinggalkan oleh umat
Islam di Makkah maupun Madinah. Hal semacam itu berjalan hingga periode
dianya :
أن سنة الإطعام سبعة أيام، بلغني أنها مستمرة إلى الآن بمكة والمدينة،
فالظاهر أنها لم تترك من عهد الصحابة إلى الآن، وأنهم أخذوها خلفا عن سلف
إلى الصدر الأول
“Sesungguhnya sunnah memberi makan ketika 7 hari, sudah sampai kepadaku
bahwa sebenarnya amalan ini berkelanjutan dikerjakan sampai sekarang ini
(yakni periode Al-Hafidz sendiri) di Makkah & Madinah. Sehingga
dengan cara dhahir, amalan ini tidak pernah di tinggalkan sejak periode
para shahabat Nabi hingga periode saat ini (periode Al-Hafidz
As-Suyuthi), & sebenarnya generasi yg datang kemudian telah
mengambil amalan ini daripada salafush shaleh hingga generasi awal
Islam. & di dalam kitab-kitab tarikh waktu memaparkan tentang
beberapa Imam, mereka mengemukakan “manusia (umat Islam) menegakkan
amalan diatas kuburnya selama 7 hri dgn membaca Al-Qur’an’. 1
Tentang ini kembali diceritakan oleh Al-‘Allamah Al-Jalil Asy-Syaikh
Al-Fadlil Muhammad Nur Al-Buqis di dalam kitab dia yg kusus membahas
aktivitas tahlilan (kenduri arwah) yaitu “Kasyful Astaar” dgn menaqal
perkataan Imam As-Suyuthi :
أن سنة الإطعام سبعة أيام بلغني و رأيته
style="text-align: justify;">
أنها مستمرة إلى الأن بمكة والمدينة من السنة 1947 م إلى ان رجعت إلى
إندونيسيا فى السنة 1958 م. فالظاهر انها لم تترك من الصحابة إلى الأن
وأنهم أخذوها خلفاً عن سلف إلى الصدر الإول. اه. وهذا نقلناها من قول
السيوطى بتصرفٍ. وقال الإمام الحافظ السيوطى : وشرع الإطعام لإنه قد يكون
له ذنب يحتاج ما يكفرها من صدقةٍ ونحوها فكان فى الصدقةِ معونةٌ لهُ على
تخفيف الذنوب ليخفف عنه هول السؤل وصعوبة خطاب الملكين وإغلاظهما و
انتهارهما.
Sungguh sunnah memberi makan selama 7 hri, sudah sampai informasi
kepadaku & saya lihat sendiri bahwa tentang ini (kenduri berikan
makan 7 hri) berkelanjutan sampai sekarang ini di Makkah & Madinah
(selalu ada) dari th 1947 M hingga saya kembali Indonesia th 1958 M.
Jadi kenyataannya amalan itu memanglah lah tidak pernah di tinggalkan
mulai sejak masa sahabat nabi hingga saat ini, & mereka terima
(memperoleh) langkah seperti itu dari salafush shaleh sampai periode
awal Islam. Ini saya nukil dari perkataan Imam Al-Hafidz As-Suyuthi dgn
sedikit pergantian. Al-Imam Al-Hafidz As-Suyuthi bicara : “disyariatkan
berikan makan (shadaqah) karena ada mungkin saja orang mati memiliki
dosa yg membutuhkan satu penghilangan dgn shadaqah & semisalnya,
hingga jadilah shadaqah itu sbg pertolongan baginya utk membantu dosanya
agar diringankan baginya dahsyatnya pertanyaan kubur, susahnya
menghadapi menghadapi malaikat, kebegisannyaa & gertakannya”. 2
Istilah 7 hri sendiri didasarkan pada kisah shahih dari Thawus yg mana
sebahagian ulama menyampaikan kalau kisah itu juga atas taqrir dari
Rasulullah, sebahagian juga menyampaikan hanya dilakukan oleh beberapa
sahabat & tidak sampai pada periode Rasulullah.
1 Al-Hawi Al-Fatawi 2/234 Lil-Imam Al-Hafidz Jalaluddin As-Suyuthi.
2 Kasyful Astaar Lil-‘Allamah Al-Jalil Muhammad Nur Al-Buqir, dia yaitu
murid dari ulama besar seperti Syaikh Hasan Al-Yamani, Syaikh Sayyid
Muhammad Amin Al-Kutubi, Syaikh Sayyid Alwi Abbas Al-Maliki, Syaikh ‘Ali
Al-Maghribi Al-Maliki, Syaikh Hasan Al-Masysyath & Syaikh Alimuddin
Muhammad Yasiin Al-Fadani.
CAR,FOREX,DOMAIN,SEO,HEALTH,HOME DESIGN