Khusus bagi pria sebagai
kepala keluarga yang sudah mempunyai seorang istri atau lebih, ada
tanggungjawab yang harus dipikul sebagai konsekwensi sebagai seorang
lelaki dewasa, bahwa sebagai seorang suami wajib memberi nafkah kepada
istri yang harus dilaksanakan, jika kedua orang-tuanya masih hidup yang
sudah tidak mampu lagi bekerja, maka ini juga harus dipikirkan untuk
menafkahi mereka.
Seorang suami mestilah menyayangi istri, maknanya seorang suami siap bertanggug jawab akan kehidupannya dengan segala keperluannya, sehingga makna kebahagian itu selalu terasa diwajah orang yang disayangi,. Begitu pula sebagai anak laki-laki juga harus siap dengan keadaan orang tua yang sudah tua apalagi yang telah tidak mampu bekerja, maka makan minum mereka pun harus dijaga, sehingga sebagai anak yang taat juga bisa dirasakan oleh kedua orang tua dan membuat mereka terus bahagia dihari tuanya.
Nafkah Istri dan Orang Tua, Mana yang Harus Diutamakan?
Sebenarnya memberi nafkah istri dan orang tua (yang sudah tidak berupaya) harus berjalan bersama, jangan memilih satu, hingga yang lain diabaikan. sang suami harus melakukan usaha dengan maksimal, beginilah sebenarnya dalam agama Islam. Hingga semua keinginan untuk membahagiakan istri dan kedua orang tua terlaksana.
Tapi tidak semua orang mempunyai ekonomi yang cukup. Jika kondisi ekonomi kurang, maka para ulama memberikan pilihan bahwa menafkahi kelurga, yaitu istri dan anak harus diutamakan sebelum memberi nafkah yang lainnya. Hal ini berdasarkan dari hadits nabi Muhammad SAW, yang arinya:
Dari Jabir bahwa Rasulullah saw bersabda: “Mulailah (nafkah) dari dirimu, jika berlebih maka nafkah itu untuk ahlimu, jika berlebih maka nafkah berikutnya untuk kerabatmu, jika masih berlebih maka untuk orang-orang diantaramu, sebelah kananmu dan sebelah kirimu” (HR. Muslim).
Seorang suami mestilah menyayangi istri, maknanya seorang suami siap bertanggug jawab akan kehidupannya dengan segala keperluannya, sehingga makna kebahagian itu selalu terasa diwajah orang yang disayangi,. Begitu pula sebagai anak laki-laki juga harus siap dengan keadaan orang tua yang sudah tua apalagi yang telah tidak mampu bekerja, maka makan minum mereka pun harus dijaga, sehingga sebagai anak yang taat juga bisa dirasakan oleh kedua orang tua dan membuat mereka terus bahagia dihari tuanya.
Nafkah Istri dan Orang Tua, Mana yang Harus Diutamakan?
Sebenarnya memberi nafkah istri dan orang tua (yang sudah tidak berupaya) harus berjalan bersama, jangan memilih satu, hingga yang lain diabaikan. sang suami harus melakukan usaha dengan maksimal, beginilah sebenarnya dalam agama Islam. Hingga semua keinginan untuk membahagiakan istri dan kedua orang tua terlaksana.
Tapi tidak semua orang mempunyai ekonomi yang cukup. Jika kondisi ekonomi kurang, maka para ulama memberikan pilihan bahwa menafkahi kelurga, yaitu istri dan anak harus diutamakan sebelum memberi nafkah yang lainnya. Hal ini berdasarkan dari hadits nabi Muhammad SAW, yang arinya:
Dari Jabir bahwa Rasulullah saw bersabda: “Mulailah (nafkah) dari dirimu, jika berlebih maka nafkah itu untuk ahlimu, jika berlebih maka nafkah berikutnya untuk kerabatmu, jika masih berlebih maka untuk orang-orang diantaramu, sebelah kananmu dan sebelah kirimu” (HR. Muslim).
Kemudian dalam hadist lain
disebutkan: Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw bersabda:
“Bersedekahlah kalian”, lalu seseorang berkata: “Ya, Rasulullah saya
mempunyai dinar” Rasulullah menjawab: “Sedekahlah dengan dinar itu untuk
dirimu sendiri”. Dia berkata lagi: “Saya mempunyai (dinar) yang
lainnya”. Rasulullah menjawab: “sedekahlah dengan itu untuk istrimu”.
Dia berkata lagi: “Saya mempunyai dinar yang lainnya”, Rasulullah
menjawab: “Sedekahlah dengan itu untuk anakmu”. Dia berkata lagi: “Saya
mempunyai dinar yang lainnya”. Rasulullah menjawab: “Sedekahlah untuk
pembantumu”. Dia berkata lagi: “Saya mempunyai dinar yang lainnya”.
Rasulullah menjawab: “Kamu lebih tahu (untuk siapa lagi setelah itu)
(HR. Abu Daud dan Nasai).
Dari sini para ulama memandang bahwa nabi Muhammad SAW dalam hadits tersebut mengurutkan memberi nafkah mulai dari yang paling nomor satu, yakni; istri, anak, dan pembantu. Nafkah pembantu juga dikategorikan sebagai bagian dari nafkah istri, seperti yang sudah dijelaskan pada hadist di atas. Lebih jelasnya berikut ini komentar sebagian ulama dalam perkara siapakah yang harus didahulukan jika memang nafkah istri dan orang tua tidak bisa berjalan keduanya:
1. Imam An-Nawawi dalam kitab Raudhatu At-Thalibin (jilid 9, hal. 93) menuliskan bahwa jika seseorang dibebani nafkah untuk orang-orang yang membutuhkan lebih dari satu orang, maka jika hartanya cukup untuk keduanya dia wajib menafkahi semuanya, namun jika hartanya tidakmencukupi kecuali untuk satu orang maka nafkah untuk istri lebih diutamakan dibanding nafkah keluarga lainnya.
2. Imam Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Inshaf (jilid 9, hal. 392) menjelaskan bahwa pendapat yang shahih dalam madzhab Hanbali bahwa wajib hukumnya menafkahi ayah (terus keatas) dan anak (terus kebawah) dengan cara yang ma’ruf… itu semua jika memang masih ada harta lebih setelah menafkahi diri sendiri dan istrinya.
3. Imam As-Syaukani dalam kitabnya Nail Al-Authar (jilid 6, hal. 381) menegaskan bahwa kewajiban memberi nafkah istri itu sudah sampai pada tahap ijma’, kemudian jika masih ada kelebihan harta barulah ada kewajiban nafkah untuk keluarga lainnya.
Perlu diingat bahwa terlalu memihak kepada istri dalam urusan nafkah terkadang bisa menimbulkan hati kedua orang tua tidak nyaman, kita hanya cemas jikalau yang demikian bisa menjadi benih dosa durhaka kepada orang tua, lebih khawatir lagi jika kisah Al-Qamah yang durhaka itu terulang kembali, yang pada akhirnya sangat susah sewaktu sakaratul mautnya. Dan sebaliknya, terlalu memihak kepada orang tua sehingga menafkahi isteri terabaikan juga bukan hal yang baik, karena sebaik-baik kalian adalah yang paling baik degan keluarganya (baca:istri), dan saya (tegas Rasulullah saw) adalah yang paling dengan keluarga (baca: istri).
Wallahu A’lam Bisshawab.
Dari sini para ulama memandang bahwa nabi Muhammad SAW dalam hadits tersebut mengurutkan memberi nafkah mulai dari yang paling nomor satu, yakni; istri, anak, dan pembantu. Nafkah pembantu juga dikategorikan sebagai bagian dari nafkah istri, seperti yang sudah dijelaskan pada hadist di atas. Lebih jelasnya berikut ini komentar sebagian ulama dalam perkara siapakah yang harus didahulukan jika memang nafkah istri dan orang tua tidak bisa berjalan keduanya:
1. Imam An-Nawawi dalam kitab Raudhatu At-Thalibin (jilid 9, hal. 93) menuliskan bahwa jika seseorang dibebani nafkah untuk orang-orang yang membutuhkan lebih dari satu orang, maka jika hartanya cukup untuk keduanya dia wajib menafkahi semuanya, namun jika hartanya tidakmencukupi kecuali untuk satu orang maka nafkah untuk istri lebih diutamakan dibanding nafkah keluarga lainnya.
2. Imam Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Inshaf (jilid 9, hal. 392) menjelaskan bahwa pendapat yang shahih dalam madzhab Hanbali bahwa wajib hukumnya menafkahi ayah (terus keatas) dan anak (terus kebawah) dengan cara yang ma’ruf… itu semua jika memang masih ada harta lebih setelah menafkahi diri sendiri dan istrinya.
3. Imam As-Syaukani dalam kitabnya Nail Al-Authar (jilid 6, hal. 381) menegaskan bahwa kewajiban memberi nafkah istri itu sudah sampai pada tahap ijma’, kemudian jika masih ada kelebihan harta barulah ada kewajiban nafkah untuk keluarga lainnya.
Perlu diingat bahwa terlalu memihak kepada istri dalam urusan nafkah terkadang bisa menimbulkan hati kedua orang tua tidak nyaman, kita hanya cemas jikalau yang demikian bisa menjadi benih dosa durhaka kepada orang tua, lebih khawatir lagi jika kisah Al-Qamah yang durhaka itu terulang kembali, yang pada akhirnya sangat susah sewaktu sakaratul mautnya. Dan sebaliknya, terlalu memihak kepada orang tua sehingga menafkahi isteri terabaikan juga bukan hal yang baik, karena sebaik-baik kalian adalah yang paling baik degan keluarganya (baca:istri), dan saya (tegas Rasulullah saw) adalah yang paling dengan keluarga (baca: istri).
Wallahu A’lam Bisshawab.
CAR,FOREX,DOMAIN,SEO,HEALTH,HOME DEISGN