Tak
terasa bulan ramadhan tinggal menghitung hari. Bulan dimana menahan
lapar, dahaga dan hawa nafsu ini sebulan penuh akan Umat Islam jalani
dan segudang pahala menanti. Namun bagi wanita tentu akan ada masa
dimana puasa wanita dewasa tidak bisa dijalankan secara penuh.
Ada
beberapa faktor,salah satu alasan karena fase menstruasi yang dialami
sebulan sekali. Selain itu, biasanya wanita juga membatalkan puasa
karena sedang hamil, menyusui atau sedang dalam perjalanan.
Meski
boleh membatalkan, namun tetap ada kewajiban untuk mengganti pada hari
di luar Ramadhan. Akan tetapi dengan banyaknya kesibukan terkadang
wanita lupa mengganti hingga Ramadhan tahun yang baru sudah didepan
mata? Bagaimana pandangan Islam jika wanita tidak mengganti utang puasa
tahun lalu? Berikut ulasannya.
7 kesalahan yang biasa dilakukan dalam menyambut bulan suci Ramadhan...
Tidak
bisa dipungkiri jika wanita masa kini dipenuhi dengan beragam kesibukan
yang begitu menyita waktu. Tanpa disadari ternyata bulan sudah memasuki
Sya’ban dan sebentar lagi masuk Ramadhan. Namun sayangnya kewajiban
puasa yang batal di tahun lalu juga tidak kunjung diganti.
Ternyata
hal ini menjadi perhatian serius yang seharusnya diketahui. Pasalnya
utang puasa layaknya utang uang atau barang yang harus dilunasi. Jika
kita tidak melunasi utang uang atau barang, yang kita hadapi adalah
manusia, namun kasus jika utang tersebut adalah puasa Ramadhan, maka
yang akan kita hadapi adalah Sang Maha Pencipta, Allah SWT di akhirta
kelak.
Wanita
boleh meninggalkan puasa wajib jika Ia mengalami kondisi yang tidak
memungkinkan untuk melanjutkan puasa. Namun Ia tetap harus mengganti
atau mengqadha puasanya pada bulan-bulan lainnya.
Ada
dua kondisi dimana wanita belum membayar utang puasa tahun lalu.
Pertama karena karena alasan sakit, sakit permanen yang tidak bisa
sembuh, atau memang sengaja mengulur-ulur waktu sehingga kewajiban
membayar utangnya terlewatkan.
.
Menurut
pendapat Abu Hanifah dan Ibnu Hazm jika seorang sengaja mengakhiri
utang puasa hingga datang Ramadhan selanjutnya maka dia tetap wajib
mengqodho’ puasa tersebut disertai dengan taubat.
Namun,
Imam Malik dan Imam Asy Syafi’i mengatakan bahwa jika dia meninggalkan
qodho’ puasa dengan sengaja, maka di samping mengqodho’ puasa, dia juga
memiliki kewajiban memberi makan orang miskin bagi setiap hari yang
belum diqodho’. Pendapat inilah yang lebih kuat sebagaimana difatwakan
oleh beberapa sahabat seperti Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Hal
serupa juga diungkapkan oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz,
ketua Lajnah Ad Da’imah (komisi fatwa Saudi Arabia). Menurutnya, orang
yang tidak mengqadha puasa wajib bertaubat kepada Allah subhanahu wa
ta’ala dan dia wajib memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari
yang ditinggalkan dan tetap wajib menqodho’ puasanya. Ukuran makanan
untuk orang miskin adalah setengah sha’ Nabawi dari makanan pokok negeri
tersebut (kurma, gandum, beras atau semacamnya) dan ukurannya adalah
sekitar 1,5 kg sebagai ukuran pendekatan. Dan tidak ada kafaroh
(tebusan) selain itu. Hal inilah yang difatwakan oleh beberapa sahabat
radhiyallahu ‘anhum seperti Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Kondisi
kedua Ia terpaksa tidak membayar utang puasa karena ada udzur seperti
sakit atau bersafar, atau pada wanita karena hamil atau menyusui dan
sulit untuk berpuasa, maka tidak ada kewajiban bagi mereka selain
mengqodho’ puasanya aja.Jadi bisa disimpulkan jika wanita meninggalkan
utang puasa hingga masuk ke Ramadhan berikutnya maka Ia wajib bertaubat
kepada Allah mengqodho’ puasa, dan wajib memberi makan (fidyah) kepada
orang miskin, bagi setiap hari puasa yang belum ia qodho’. Namun jika
memiliki udzur (seperti karena sakit atau menyusui sehingga sulit
menunaikan qodho’), sehingga dia menunda qodho’ Ramadhan hingga Ramadhan
berikutnya, maka dia tidak memiliki kewajiban kecuali mengqodho’
puasanya saja
Sumber: ukhtiindonesia
CAR,HOME,DESIGN,HEALTH,FOREX,LIFEINSURANCE,TAXES,INVESTING,BONDS,ONLINETRADING,SEO
CAR,HOME,DESIGN,HEALTH,FOREX,LIFEINSURANCE,TAXES,INVESTING,BONDS,ONLINETRADING,SEO